Pornografi dan Perlindungan AnakRosnawati ; Komisioner KPPAD Kepri |
HALUAN, 30 Agustus 2014
| Hampir setiap hari masyarakat disuguhi berita maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kejahatan ini hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia bahkan cenderung meningkat. Peningkatan ini dipengaruhi oleh penegakan hukum di Indonesia yang lemah. Anak sebagai korban sering terabaikan oleh lembaga-lembaga yang berkompeten seperti lembaga peradilan pidana khususnya dalam hal perlindungan hukum bagi korban serta penegakan hukum kepada para pelaku kriminal. Satu contoh, kasus pencabulan yang dilakukan oleh oknum kepala sekolah di Batam yang telah divonis di Pengadilan Negeri dengan penjara 7 tahun berkurang menjadi 3 tahun penjara setelah banding di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Riau. Pengurangan hukuman pelaku menjadi hukuman minimal menggambarkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia serta putusan itu tidak memberikan rasa keadilan kepada para korban, termasuk tidak memberikan efek jera bagi para pelaku. Faktor lain yang juga menjadi penyumbang besar maraknya kasus kekerasan seksual adalah dampak kemajuan teknologi. Kita sadari, kemajuan teknologi dapat memberikan arti penting bagi peradaban manusia. Namun, di sisi lain juga mendatangkan dampak negatif. Anak menjadi sasaran empuk kemajuan teknologi karena secara psikologis remaja masih berada dalam proses mencari jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh luar. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan serta memiliki daya pikat yang luar biasa sehingga mudah diarahkan. Cepat menerima perubahan serta mudah hanyut mengikuti perkembangan kemajuan teknologi. Kehadiran pornografi saat ini seolah-olah telah mencapai puncak keemasannya karena sudah tumbuh subur dan dapat membuat betah bagi para netter yang sudah mengalami kecanduan. Pornografi, dimana saja dan kapan saja dapat dengan mudah diakses oleh siapapun dari berbagai komunitas, telepon selular, maupun di warnet bahkan di dalam kamar sendiri. Pornografi sudah menjadi lingkaran setan yang sangat dilematis. Di satu sisi, oleh sebagian masyarakat menganggap bahwa pornografi adalah sesuatu yang dibenci, dicaci, dan diperangi. Namun di sisi lain oleh sebagian masyarakat yang lain justru dirindu, dicari dan dinikmati. Terbukti, produk-produk pornografi selalu laris bahkan Indonesia termasuk dalam daftar negara pengakses situs pornografi terbesar di dunia. Berdasarkan berita yang dirilis majalah asal Canada “One Minutes”, Indonesia berada di peringkat keempat sebagai negara pengakses atau pendownload situs pornografi terbesar di dunia. Peringkat ini tentunya bukanlah suatu prestasi yang membanggakan bahkan sangat miris dan menyayat hati bangsa Indonesia khususnya para orang tua yang memiliki anak remaja karena akan menjadi ancaman terbesar terhadap tumbuh kembang anak. Apalagi masa remaja adalah masa dimana organ-organ reproduksi sudah mulai bekerja dan nafsu seksual sudah mulai tumbuh sehingga kondisi inilah yang menjadikan psikologi remaja selalu merasa ingin tahu segala hal yang berbau seksual. Di sisi lain, mereka masih kurang mendapatkan informasi yang sehat dan lengkap mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas. Bahkan sebagian orang tua masih menganggap masalah seksualitas merupakan hal yang tabu sehingga mereka memahami bahwa pendidikan tentang seks belum saatnya diberikan oleh anak yang belum menginjak usia dewasa. Karena rasa ingin tahunya yang sangat besar tentang seks, maka tak jarang para remaja mencari alternatif dengan menikmati pornografi secara sembunyi-sembunyi yang pada akhirnya kehidupan mereka akrab bahkan menjadi kecanduan dengan dunia pornografi. Kasus yang terjadi di salah satu kelurahan yang ada di Kabupaten Bintan, dimana belasan anak usia SD melakukan pelecehan seksual kepada teman-teman sebayanya yang salah satu diantara anak-anak tersebut ada yang masih berusia tiga tahun. Saat KPPAD Kepri melakukan assesmen kepada anak-anak tersebut, terungkap bahwa mereka melakukan perbuatan menyimpang itu karena pengaruh situs pornografi yang sering ditontonnya melalui telepon seluler miliknya tanpa pengawasan dari orang tuanya. Karena didorong oleh rasa ingin tahu anak yang tinggi akhirnya mencontoh dan melakukan hal serupa dari apa yang dilihatnya. Fenomena ini tentunya semakin menjadi kekhawatiran semua pihak akan terjadinya kehancuran dan kerusakan moral anak-anak kita. Merebaknya pornografi bisa memporakporandakan moralitas bangsa yang saat inipun sudah mulai carut marut. Kemaksiatan semakin merajalela, free sex sudah menjadi gaya hidup dan ketenangan masyarakat sudah mulai terusik dengan semakin meningkatnya angka kriminalitas. Penyimpangan tersebut tidak terlepas dari faktor derasnya arus budaya materialistis, hedonistis dan sekularistis dengan pola hidup yang semata-mata mengejar kepuasan materi, kesenangan hawa nafsu tanpa mengindahkan nilai- nilai agama yang merupakan pegangan sekaligus kekuatan pengontrol bagi diri setiap insan. Berdasarkan penelitian bahwa anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang disharmonis, risiko mengalami gangguan kepribadian dan penyimpangan perilaku lebih besar dibandingkan dengan anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan dididik dengan sentuhan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua. Di sinilah peranan orang tua yang paling banyak mempengaruhi kondisi psikologis dan spiritual anak. Sehingga orang tua senantiasa dituntut untuk memberikan pendidikan yang berkualitas tanpa menafikan pendidikan agama. Pendidikanlah yang akan merobohkan tumpukan pasir jahiliyah kemudian mengantikannya dengan bangunan nilai-nilai baru. Oleh karena itu pada saat pertumbuhan anak, perlu ditanamkan nilai-nilai agama sejak dini. Anak bagaikan benih yang harus di tanam di tempat persemaian yang cocok, agar dapat berkembang dengan baik. Demikian juga karena kurangnya pemahaman agama serta terjadinya krisis keteladanan yang seharusnya diberikan oleh orang tua kepada anaknya sudah terabaikan, maka semakin memudahkan mereka untuk melakukan pelanggaran moral. Pola pendidikan yang berbasis keteladanan dalam keluar-ga sangat menentukan kepribadian anak di masa depan, karena semakin banyak keteladanan dan pengalaman yang diberikan oleh keluarga kepada anak, maka akan semakin kuat pengaruh hal-hal positif terhadap pembentukan kepribadiannya. Keteladanan yang baik membawa kesan positif dalam jiwa anak. Oleh karena itu, anak tidak bisa dijadikan salah satu objek serta sasaran utama dalam rangka upaya pencegahan melainkan orang dewasa yang harus jadi prioritas khususnya orangtua. Diantaranya adalah dengan memberikan pendidikan ketahanan keluarga melalui parenting skill (keterampilan orang tua dalam mendidik anak), implementasi program-program penguatan ekonomi keluarga yang memastikan bahwa setiap keluarga yang mengasuh anak harus mampu menopang kebutuhan standar hidup keluarga dan yang penting lagi adalah mengajarkan orang tua untuk melek teknologi multi media, misalnya memilihkan chanel tv, mengetahui password laptop atau komputer anak, serta memastikan bahwa komputer anak atau warnet-warnet langganan ngenet anak dilengkapi dengan protector khusus yang menolak pornografi. Seringkali dalam wacana orang dewasa, anak dianggap sebagai sekolompok manusia yang bermasalah bahkan sumber masalah itu sendiri sehingga membuat anak semakin tak berdaya. Ini merupakan gambaran bahwa anak selalu menjadi korban dari sebuah sistem yang kurang bisa peduli, tidak memberdayakan dan tidak mendukung anak. Dalam konteks pornografi, gerakan amar ma’ruf nahi mungkar dalam bentuk gerakan kampanye anti pornografi dari level individu sampai ke level komunal harus digalakkan dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat secara luas akan bahaya pornografi. Selain itu, pemerintah harus serius mencari solusi agar situs-situs pornografi tidak dengan mudah diakses oleh masyarakat terutama bagi kalangan remaja bahkan wajib hukumnya untuk menghapus seluruh situs pornografi. Untuk itu, mari semua bergandengan tangan mencegah dan menyetop peredaran pornografi di tengah masyarakat. Selain itu, negara harus serius memperhatikan tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak dari pengaruh pornografi ini karena kejayaan serta kehancuran suatu bangsa dapat dilihat dari sejauh mana bangsa tersebut bisa melindungi wanita dan anak-anaknya. ● |
Anda sedang membaca artikel berjudul 
0 komentar:
Posting Komentar