Antisipasi Pasar Bebas ASEAN 2015Ilhamsyah Mirman ; Tenaga Ahli DPR RI |
HALUAN, 16 September 2014
| Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum memiliki aturan tentang Standarisasi produk. Untuk itu Pemerintah dan DPR menyusun aturan yang telah disetujui pada Sidang Paripurna I DPR RI tahun 2014 Selasa, 26 Agustus yang lalu. Aturan yang disahkan dengan nama Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) disusun untuk langkah antisipasi bangsa Indonesia sebagai anggota WTO memasuki pasar bebas ASEAN atau masyarakat ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) tahun 2015. Dengan adanya Undang-Undang ini diharapkan pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia memiliki payung dari semua pelaksanaan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, sehingga dapat secara profesional maupun kelembagaan menghadapi serbuan barang dan jasa asing yang tidak berkualitas. Bahkan sebaliknya, bisa mendorong pengusaha lokal mengembangkan produk memasuki pasar ekspor. Undang-Undang yang terdiri dari 11 Bab dan 76 pasal ini juga memberi ruang yang cukup kepada Pemerintah Daerah dalam perencanaan perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal ini sangat dimengerti banyak usahawan berasal dari berbagai daerah serta mengingat bahwa secara teknis Pemerintah Daerahlah yang lebih mengetahui mengenai kebutuhan dan kondisi daerahnya. Akan tumbuh pengusaha-pengusaha lokal yang sadar arti penting standardisasi dalam setiap tahapan proses maupun kualitas produknya bersaing secara sehat dengan produk impor yang belakangan ini membanjiri pasar namun tidak jelas kualitasnya. Di samping itu RUU ini juga memberi dukungan kepada usaha mikro, kecil dan menengah dalam bentuk pelatihan serta bantuan biaya pengurusan dan pemeliharaan sertifikasi yang dananya berasal dari APBN. Keluhan yang acap didengar tentang tiadanya dana pengusaha skala ‘imut‘ mengurus kelengkapan standar hendaknya tidak lagi terjadi. Seiring dengan semakin terbukanya informasi diakomodir oleh Undang-Undang yang berintikan aturan tentang kesehatan, keselamatan dan mutu produk ini di pasal khusus tentang Sistem Informatika Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dan pihak yang membutuhkan informasi mengenai standardisasi dan penilaian kesesuaian dapat dibuka akses seluas-luasnya. Akan tumbuh lapisan konsumen kritis yang akan menuntut setiap produk yang dikonsumsi memenuhi standar kualitasnya masing-masing sehingga mendorong produsen memasarkan produk berkualitas. Yang juga menggembirakan dalam rangka mendukung Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) ini adalah dengan diperhatikannya keyakinan beragama, budaya dan kearifan lokal sehingga diharapkan proses penerapan SNI sesuai dengan keragaman budaya dan Bhinneka Tunggal Ika yang ada. Salah satu efek nyata bagi masyarakat adalah adanya kepastian Produk Halal bagi penganutnya, dan kewajiban kepada negara untuk bertanggungjawab terhadap kepastian produk halal. Hal ini penting, terutama bagi masyarakat Minang di Sumatera Barat yang memiliki filosofi ABS SBK. Dengan demikian keyakinan dan ketenangan konsumen pada produk yang dikonsumsinya menjadi hasil ikutan dari disahkannya Undang-Undang ini. Masyarakat bisa memilih secara bebas setiap produk yang akan digunakannya. Demikianlah hendaknya aturan dibuat untuk mendorong profesionalisme usahawan menghadapi persaingan bebas didalam negeri maupun persaingan antar negara seraya tetap memperhatikan ketenangan dan kenyamanan masyarakat lokal sebagai konsumen utamanya. ● |
Anda sedang membaca artikel berjudul 
0 komentar:
Posting Komentar