Mengurai Kemacetan Demi Pelayanan PublikRevi Marta Dasta ; Magister Administrasi Publik Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta |
HALUAN, 15 September 2014
| Kesemrawutan Jakarta kian hari tampak jelas di depan mata. Hal itu dipicu dengan tingkat kemacetan yang tak lagi terkendali. Biasanya ada tempat dan waktu alternatif untuk warga Ibukota menghindari kemacetan. Sekarang bahkan hampir di semua jalan, termasuk jalan protokol mengalami kemacetan parah. Pilihan warga Jakarta memiliki sepeda motor demi efektifnya perjalanan sekarang tidak lagi menjamin memudahkan mereka menembus parahnya kemacetan. Pengendara sepeda motor tersebut banyak yang frustasi. Begitu juga nasib pengguna kendaraan roda empat bisa stress di tengah jalan. Salah satu faktor kesemrawutan yang berujung kemacetan tersebut karena prilaku dari oknum warga Jakarta itu sendiri. Yang sangat kentara ditemukan adalah banyaknya parkir liar yang terjadi di jalanan umum. Seperti yang terlihat di depan Pasar Pramuka, Jakarta Timur, parkir liar menimbulkan kemacetan karena sudah memakai separuh jalan raya. Bahkan kemacetan mengular sepanjang jalan Pramuka sampai ke perempatan Matraman. Upaya menindak tegas prilaku parkir liar ini pernah dilakukan Pemprov DKI Jakarta dengan penggembok dan pengempisan ban sepeda motor dan mobil di beberapa ruas jalan protokol. Namun kebijakan tersebut hanya membuat jera pelakunya sementara, setelah itu mereka mengulangi lagi perbuatannya. Apalagi kebijakan tersebut terkesan bersifat sporadis dan tidak berkesinambungan. Untuk mengurai kemacetan tersebut pemerintah DKI Jakarta juga melakukan penambahan trayek dan jumlah angkutan Trans Jakarta. Namun hal tersebut tidak serta merta mampu menekan angka kemacetan. Malah datang masalah baru, di mana Trans Jakarta juga menimbulkan kemacetan karena sebagian ruas jalan diambil untuk operasional bus berbahan bakar gas tersebut. Pelayanan Publik Terganggu Jika demikian halnya yang terjadi, pelayanan kepada public tentu menjadi terganggu. Padahal pelayanan untuk berkendara sangat diharapkan warga sehingga mendapatkan jaminan bagi keamanan dan kenyamanan mereka dalam beraktivitas. Apalagi di beberapa negara maju yang senantiasa memperhatikan kepentingan orang banyak sehingga transportasi publik dapat tertata, tertib, bersih dan nyaman. Kenapa Indoensia tidak mencoba melakukan hal yang sama. Jika kemacetan dan kesemrawutan ini tak ada solusi maka pemenuhan hak dasar masyarakat akan terganggu. Karena jutaan warga Jakarta tiap hari mengadu nasib berpergian ke tempat kerjanya kemudian terganggu karena pemerintah tidak menyediakan sarana pelayanan armada maupun infrastruktur transportasi yang tidak memadai. Padahal konstitusi mengamanatkan negara berkewajiban melayani setiap warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarknya dalam kerangka pelayanan publik. Hal tersebut dipertegas dengan UU No 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik yang mengedepankan masyarakat sebagai produk layanan pelayanan tersebut. Tugas Aparatur Pemerintah Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kesejahteraan publik. Pelayanan prima tersebut berwujud pelayanan yang maksimal dan berkualitas. Sementara Thoha (1995:4) mengatakan tugas pelayan publik adalah menekankan kepada mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik dan mempersingkat waktu proses pelaksanaan urusan publik. Untuk itu aparatur pemerintah mesti mencarikan solusi masalah transportasi yang tepat agar pelayanan public dapat berjalan dengan semestinya. Memang upaya pemerintah DKI Jakarta mengurai kemacetan selalu dilakukan. Namun begitu, kenyataannya kemacetan tak kunjung mengalami penurunan. Menurut penulis, dalam rangka meningkatkan pelayanan public bertransportasi yang harus dilakukan pemerintah DKI Jakarta antara lain, Pertama, penegakan aturan harus dikuti dengan pemberlakukan sanksi yang tegas. Ini kadang-kadang yang menjadi titik lemah setiap kebijakan dilakukan. Saat ini Pemerintah DKI melakukan Derek kepada kendaraan yang parkir sembarangan, berdasarkan Perda No 3 Tahun 2012 tentang Retribusi Daerah. Kebijakan yang mulai berlaku dimulai 8 September 2014 ini diharapkan tidak setengah hati sehingga efektif untuk membuat jera pelanggar rambu larangan. Kedua, pelayanan Trans Jakarta juga lebih dimaksimalkan sehingga pemilik kendaraan pribadi beralih ke transportasi massal. Kedatangan yang sering terlambat dan antrean membuat penumpang tak percaya lagi dengan Transjakarta. Untuk itu perlu adanya manajemen pelayanan yang dapat mengukur waktu kedatangan dan jumlah bus yang dibutuhkan. Selanjutnya kualitas bus harus ditingkatkan tidak ada yang terbakar. Ketiga, alur kemacetan di Jakarta tidak hanya persoalan pemerintah DKI semata tetapi sudah menjadi masalah nasional. Untuk itu perlu didorong perencanaan transportasi darat yang sinergis dengan rencana transportasi nasional sehingga mampu mengatasi permasalahan transportasi di Jakarta. Keempat, selain aturan yang lemah sebenarnya masalah krusial kemacetan terletak pada mental pengendara yang tidak mengindahkan aturan berlalulintas. Seringkali ditemukan pengendara yang menerobos jalurtrans Jakarta, bahkan lampu merah pun diterobos. Untuk itu pemerintah harus bisa secara perlahan melalui sosialisasi memperbaiki mental masyarakat agar memiliki kepatuhan dalam menggunakan kendaraan. Akhirnya, harapan akan berakhirnya kemacetan di Jakarta tentu menjadi keinginan semua warga Jakarta. Karena macet jelas sekali merugikan kepentingan warga. Untuk itu pemerintah seyogyanya memperbaiki pelayanan bertransportasi kepada warga. ● |
Anda sedang membaca artikel berjudul 
0 komentar:
Posting Komentar